Perawi Majhul dari Tabi'in Kibar dan Awsath
Tidak
semua perawi majhul haditsnya tertolak, terutama jika dari kalangan tabiin
senior dan pertengahan.
Imam
Dzahabi pernah menjelaskan tentang masalah ini dalam kitabnya Diiwaanudh
Dhu'afaa sebagaimana dinukil dalam kitab At-Ta'aqqubul Mutawaanii, berikut
petikannya:
وأما المجهولون من الرواة فإن كان الرجل من كبار
التابعين أو أوساطهم احتمل حديثه و تلقى بحسن الظن إذا سلم من مخالفة الأصول وركاكة
الألفاظ
"Adapun
para perawi majhul, jika berasal dari kalangan kibar tabiin atau awsath tabiin
maka haditsnya diterima dan diperlakukan secara husnuzhon (baik sangka) selama
tidak menyelisihi prinsip-prinsip agama dan terhindar dari lafal-lafal yang
buruk."
Dari
sini, tampaklah kekeliruan sebagian orang yang menyamaratakan para perawi
majhul dalam hal penolakan.
Ada
satu contoh yang semoga bisa memperjelas masalah ini.
Hadits
tentang berbakti kepada kedua orangtua setelah mereka meninggal dunia:
Suatu
hari, datanglah seorang laki-laki dari keturunan Salamah menghadap Nabi SAW
lalu berkata, "Wahai Rasulullah, apakah masih tersisa bakti kepada
orangtua setelah mereka berdua meninggal?" Nabi SAW menjawab, "Ya,
kau mendoakan mereka berdua, memohon ampuan bagi mereka, memenuhi janji-janji
mereka setelah meninggal, memuliakan sahabat mereka dan menyambung tali
persaudaraan yang tidak tersambung kecuali melalui mereka."
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul
Mufrad, Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ath-Thabarani dalam Kabir dan
Awsath, Al-Hakim, Al-Baihaqi dan lain-lain melalui jalur Usaid bin Ali bin
Ubaid dari ayahnya Maula Abi Usaid dari Abu Usaid As-Sa'idi.
Semua
perawinya tsiqot kecuali Ali bin Ubaid Maula Abi Usaid As-Sa'idi. Ibnu Hibban
mentsiqohkannya dan menshahihkan haditsnya. Ibnu Hajar menilainya maqbul
(diterima). Sedangkan Adz-Dzahabi dalam Al-Mizan menyatakan, "Tidak
diketahui."
Ali
bin Ubaid termasuk tabiin pertengahan atau senior. Ketika Al-Hakim menshahihkan
sanadnya, Adz-Dzahabi menyetujuinya sengan ucapan "Shahih."
Ini
sekali lagi menegaskan bahwa kata "Laa yu'raf" (tidak diketahui atau
tidak dikenal) yang berarti perawi tersebut majhul bukan berarti pendhaifan
terhadapnya sehingga haditsnya tertolak sebagaimana anggapan sebagian orang.
Wallahu a'lam.
0 Response to "Perawi Majhul dari Tabi'in Kibar dan Awsath"
Post a Comment