Benarkah Maulid Diharamkan?
Setiap datang bulan Rabi'ul Awwal, di sebagian negara muslim selalu diadakan perayaan Maulid Nabi. Lalu apa itu Maulid Nabi? Bagaimana sejarahnya? Dan apa hukum merayakannya?
Maulid Nabi Muhammad SAW atau kadang-kadang disebut Maulid Nabi atau Maulid saja (bahasa Arab: maulid an-nabiy, al-maulid an-nabawi) adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang pada umumnya dirayakan pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata “maulid” atau “milad” dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW.
SEJARAH MAULID
Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Raja Erbil (wilayah Irak sekarang), bernama Muzhaffaruddin Al-Kukburi, pada awal abad ke 7 Hijriyah. Ibn Katsir dalam kitabnya, Al-Bidayah wan Nihayah, berkata:
“Beliau –maksudnya Sultan Muzhaffar, mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi'ul Awal. Beliau merayakannya secara besar-besaran. Beliau adalah seorang yang pemberani, suka membebaskan budak, pahlawan, alim dan seorang yang adil – semoga Allah merahmatinya.”
Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn Al-Jauzi bahwa dalam peringatan tersebut, Sultan Al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama dalam bidang ilmu Fiqh, ulama Hadits, ulama dalam bidang ilmu kalam, ulama usul, para ahli tasawuf, dan lainnya. Sejak tiga hari, sebelum hari pelaksanaan Maulid Nabi, beliau telah melakukan berbagai persiapan. Ribuan kambing dan ayam disembelih dan ribuan piring berisi makanan lezat dihidangkan untuk para hadirin yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut. Segenap para ulama saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh Sultan Al-Muzhaffar tersebut. Mereka semua berpandangan dan menganggap baik perayaan Maulid Nabi yang digelar untuk pertama kalinya itu.
Ibn Khallikan dalam kitab Wafayat Al-A`yan menceritakan bahwa Al-Imam Al-Hafizh Ibn Dihyah datang dari Maroko menuju Syam dan seterusnya ke Irak. Ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijriah, beliau mendapati Sultan Al-Muzhaffar, raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi. Oleh karena itu, Al-Hafzih Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “Al-Tanwir Fi Maulid Al-Basyir An-Nadzir”. Karya ini kemudian beliau hadiahkan kepada Sultan Al-Muzhaffar dan Sultan pun memberinya hadiah seribu Dinar.
Banyak ulama, semenjak zaman Sultan Al-Muzhaffar dan zaman selepasnya hingga sampai sekarang ini yang menganggap bahwa perayaan Maulid Nabi adalah sesuatu yang baik. Para ulama terkemuka dan Huffazh Al-Hadits telah menyatakan demikian. Di antara mereka seperti Al-Hafizh Ibn Dihyah (w. 633 H), Al-Hafizh Al-Iraqi (w. 806 H), Al-Hafizh As-Suyuthi (w. 911 H), Al-Hafizh Al-Sakhawi (w. 902 H), Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Asqalani (w. 852 H), Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Haitami (w. 974 H), Al-Imam Al-Izz ibn Abd Al-Salam (w. 660 H), Ibn Al-Haaj Al-Maliki (w. 737 H), Al-Qasthallani (w. 923 H), Muhammad Thahir Ibn ‘Asyur (w. 1393H), Husnain Muhammad Makhluf Syaikhul Azhar (w. 1410 H), Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rowi (w. 1419 H), Muhammad Alwi Al-Maliki(w. 1425 H), Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi (w. 1434 H), mantan mufti Mesir yaitu Syeikh Muhammad Bakhit Al-Muthi’i (w. 1354 H), mantan Mufti Beirut Libanon yaitu Syeikh Mushthafa Naja (w. 1351 H), dan terdapat banyak lagi para ulama besar yang lainnya. Bahkan Al-Imam Al-Suyuthi menulis karya khusus tentang Maulid yang berjudul “Husn Al-Maqsid Fi Amal Al-Maulid”. Karena itu perayaan Maulid Nabi, yang biasa dirayakan pada bulan Rabiul Awal menjadi tradisi umat Islam di seluruh dunia, dari masa ke masa dan dalam setiap generasi ke generasi.
Para ahli sejarah, seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn Al-Jauzi, Ibn Kathir, Al-Hafizh Al-Sakhawi, Al-Hafizh Al-Suyuthi dan lainnya telah sepakat menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan Al-Muzhaffar. Namun juga terdapat pihak lain yang mengatakan bahwa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi adalah orang yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi. Sultan Salahuddin pada kala itu membuat perayaan Maulid dengan tujuan membangkitkan semangat umat Islam yang telah padam untuk kembali berjihad dalam membela islam pada masa Perang Salib.
PESONA MAULID DI NEGERI SYAM
Alhamdulillah, dengan izin Allah, penulis bisa ikut menyaksikan dan menghadiri perayaan Maulid di kota Damaskus, Suriah, selama menuntut ilmu di sana. Sebagaimana telah berlangsung selama ratusan tahun, di negeri Syam ini setiap tahun selalu diadakan perayaan Maulid Nabi SAW yang dihadiri oleh para ulama, umara beserta rakyatnya.
Perayaan ini dijadikan momentum oleh para ulama untuk menyampaikan nasehat-nasehat dan mengingatkan kembali kaum muslimin tentang perjuangan Rasulullah SAW beserta para sahabatnya dalam menegakkan Islam.
Perayaan ini biasanya diadakan pada malam hari setelah shalat Isya. Kaum muslimin berkumpul di sebuah masjid jami lalu satu persatu para ulama maju ke depan untuk menyampaikan ceramah. Di antara satu ceramah ke ceramah berikutnya, diselingi dengan pembagian makanan secara gratis. Tak jarang Qasidah Burdah dialunkan oleh grup nasyid untuk menambah suasana semakin sejuk.
MAULID BID'AH?
Sebagian ulama menganggap bahwa perayaan Maulid Nabi adalah bid'ah (sesuatu yang baru), namun bukan bid'ah yang buruk (sayyiah) melainkan bid'ah yang baik (hasanah).
Imam Suyuthi mengatakan:
أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس، وقراءة ما تيسر من القرءان، ورواية الأخبار الواردة في مبدإ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف.
"Asal perayaan Maulid yang berupa berkumpulnya orang-orang, membaca ayat-ayat Al-Quran, menyampaikan Siroh Nabawiyah dan mukjizat-mukjizat Nabi SAW, kemudian dilanjutkan dengan pembagian makanan dan pulang, tanpa ada tambahan apapun, semua itu adalah termasuk perkara baru (bid'ah) yang baik, pelakunya diberi pahala oleh Allah karena mengagungkan Nabi SAW dan menampakkan perasaan gembira dengan lahirnya Rasul yang mulia ini." (Husnul Maqshid fi Amalil Maulid)
Imam Sakhowi mengatakan:
أصل عمل المولد الشريف لم ينقل عن أحد من السلف الصالح في القرون الثلاثة الفاضلة، وإنما حدث بعدها بالمقاصد الحسنة
"Asal perayaan Maulid tidak pernah diriwayatkan dari seorang pun dari kalangan salafus shalih pada tiga generasi utama. Perayaan itu muncul setelahnya dengan tujuan yang baik." (Al-Mauridur Rawi fil Maulidin Nabawi karangan Mulla Ali Al-Qari hal. 12)
Imam Abu Syamah mengatakan:
ومن أحسن ما ابتدع في زماننا من هذا القبيل: ما كان بمدينة إربل جبرها الله تعالى كل عام في اليوم الموافق ليوم مولد النبي صلى الله عليه وسلم من الصدقات والمعروف، وإظهار الزينة والسرور
"Di antara perkara baru yang paling baik di zaman kita adalah perayaan yang diadakan di kota Irbil, semoga Allah menjaganya, setiap tahun pada hari yang bertepatan denfan hari kelahiran (maulid) Nabi SAW, berupa sedekah, berbuat baik, menampakkan pakaian bagus dan perasaan gembira." (Al-Ba'its ala Inkaril Bida'i wal Hawadits)
Al-Allamah Asy-Syaikh Muhammad Alwi Al-Maliki mengatakan:
فالاحتفال بالمولد وإن لم يكن في عهده صلى الله عليه وسلم، فهو بدعة ولكنه حسنة
"Merayakan Maulid meskipun tidak pernah diadakan di zaman Nabi SAW, ia adalah perkara baru (bid'ah) yang baik." (Haula al-Ihtifal bil Maulid hal. 19)
SYUBHAT DAN JAWABANNYA
Syubhat pertama:
Sebagian orang masih ada yang beranggapan bahwa mengadakan maulid tidak diperbolehkan karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan tiga generasi utama.
Jawabannya:
Sebagaimana disampaikan oleh para ulama di atas, bahwa meskipun tidak pernah dilajukan tapi tidak bertentangan dengan syariat Islam, bahkan sesuai. Dan tidak semua yang tidak dilakukan oleh Nabi SAW dan tiga generasi utama lantas tidak diperbolehkan. Seandainya demikian, tentu banyak hal yang menjadi tidak diperbolehkan seperti mengadakan seminar, muktamar, simposium, konferensi, tabligh akbar, dsb. Sebab, substansi acara maulid tidak jauh berbeda dengan kegiatan-kegiatan tersebut. Hanya isinya saja yang bisa saja berbeda.
Syubhat kedua:
Mengapa tidak dinamakan dengan nama yang lain saja?
Jawabnya:
Perkara nama itu boleh-boleh saja selama baik. Kalau mau, kita bisa menamakan kegiatan itu dengan nama "Dauroh Siroh Nabawiyah" atau semisalnya.
Syubhat ketiga:
Mengapa di dalam acara maulid ada kemungkaran seperti joget-joget, ikhtilath dan sebagainya?
Jawabnya:
Apabila di dalam acara maulid terdapat kemungkaran maka wajib bagi kita untuk menghilangkan kemungkaran tersebut. Oleh karena itu, Imam Suyuthi mensyaratkan agar maulid diperbolehkan harus bebas dari tambahan-tambahan kemungkaran.
Pendapat Ulama Kontemporer
Syaikh Wahbah Az Zuhaili
Dalam kitab yang berjudul Al Bida’ Al Munkarah, beliau menjelaskan mengenai kedudukan memperingati Maulid Nabi:
“Jika Maulid Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam terbatas hanya sekedar tilawatul Quran, mengingatkan Sunnah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, sejarah Islam dan pengorbanan para Salaf Shalih, maka hal itu tak mengapa, karena di dalamnya terhadap kebaikan dan motivasi untuk mengikuti jalan kebaikan dan akhlak mulia Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya.
Hal itu tidak dianggap sebagai sunnah yang mendatangkan pahala, melainkan seperti halnya pengajian atau ceramah ilmiah."
Beliau juga pernah mengatakan:
ﺇِﺫَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟِﺪُ ﺍﻟﻨَﺒَﻮِﻱ ﻣُﻘْﺘَﺼِﺮًﺍ ﻋَﻠَﻰ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓِ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﺍﻟْﻜَﺮِﻳْﻢِ ، ﻭَﺍﻟﺘّﺬْﻛِﻴْﺮِ ﺑِﺄَﺧْﻼَﻕِ ﺍﻟﻨّﺒِﻲّﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺼّﻼَﺓُ ﻭَﺍﻟﺴّﻼَﻡُ، ﻭَﺗَﺮْﻏِﻴْﺐُ ﺍﻟﻨَﺎﺱِ ﻓِﻲ ﺍْﻻِﻟْﺘِﺰَﺍﻡِ ﺑِﺘَﻌَﺎﻟِﻴْﻢِ ﺍﻹِﺳْﻼَﻡِ ﻭَﺣَﻀِﻬِﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻔَﺮَﺍﺋِﺾِ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍْﻵﺩَﺍﺏِ ﺍﻟﺸّﺮْﻋِﻴَﺔِ … ﻻَ ﻳُﻌَﺪّ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺒِﺪَﻉِ” (ﺍﻟﺠﺰﻳﺮﺓ ﻧﺖ: ﺣﻠﻘﺔ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻭﻣﺠﺎﻻﺗﻬﺎ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﺮﺓ ﻣﻊ ﺍﻟﺪﻛﺘﻮﺭ ﻭﻫﺒﺔ ﺍﻟﺰﺣﻴﻠﻲ)
“Jika Maulid hanya sekedar membaca al-Quran, mengingatkan akhlak Nabi, mendorong umat agar mengamalkan ajaran Islam dan mendorong melakukan ibadah wajib dan akhlak agama, maka bukan sebagai bid’ah”.
Syaikh Said Ramadhan al-Buthi
ﺍْﻻِﺣْﺘِﻔَﺎﻝُ ﺑِﺬِﻛْﺮَﻯ ﻣَﻮْﻟِﺪِ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻧﺸَﺎﻁٌ ﺍِﺟْﺘِﻤَﺎﻋِﻲٌ ﻳُﺒْﺘَﻐَﻲ ﻣِﻨْﻪُ ﺧَﻴْﺮٌ ﺩِﻳْﻨِﻲّ، ﻓَﻬُﻮَ ﻛَﺎﻟْﻤُﺆْﺗَﻤَﺮَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟﻨّﺪَﻭَﺍﺕِ ﺍﻟﺪِﻳْﻨِﻴّﺔِ ﺍﻟَﺘِﻲ ﺗُﻌْﻘَﺪُ ﻓِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﻌَﺼْﺮِ، ﻭَﻟَﻢْ ﺗَﻜُﻦْ ﻣَﻌْﺮُﻭْﻓَﺔً ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻞُ. ﻭَﻣِﻦْ ﺛَﻢّ ﻻَ ﻳَﻨْﻄَﺒِﻖُ ﺗَﻌْﺮِﻳْﻒُ ﺍْﻟﺒِﺪْﻋَﺔِ ﻋَﻠَﻰ ﺍْﻻِﺣْﺘِﻔَﺎﻝِ ﺑِﺎﻟْﻤَﻮْﻟِﺪِ، ﻛَﻤَﺎ ﻻَﻳَﻨْﻄَﺒِﻖُ ﻋَﻠَﻰﺍﻟﻨّﺪَﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﺗَﻤَﺮَﺍﺕِ ﺍﻟﺪِﻳْﻨِﻴَﺔِ. ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻨْﺒَﻐِﻲ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮْﻥَ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻻِﺣْﺘِﻔَﺎﻻَﺕُ ﺧَﺎﻟِﻴَﺔً ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮَﺍﺕِ ” (ﻓﺘﺎﻭﻯ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻮﻱ)
“Perayaan Maulid Nabi adalah semangat sosial yang bernilai agamis, seperti muktamar dan seminar agama yang dilakukan di masa sekarang, dahulu tidak ada. Oleh karenanya tidak tepat jika disebut bid’ah sebagaimana seminar dan muktamar Islam tidak disebut bid’ah. Tapi harus dihindari dari kemungkaran”.
Dr. Ali Jumah, Mufti Mesir:
” ﺍْﻻِﺣْﺘِﻔَﺎﻝُ ﺑِﺬِﻛْﺮَﻯ ﻣَﻮْﻟِﺪِﻩِ ﻣِﻦْ ﺃَﻓْﻀَﻞِ ﺍْﻷﻋْﻤَﺎﻝِ ﻭَﺃَﻋْﻈَﻢِ ﺍﻟْﻘُﺮُﺑَﺎﺕِ؛ ﻷﻧّﻪُ ﺗَﻌْﺒِﻴْﺮٌ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻔَﺮَﺡِ ﻭَﺍﻟْﺤُﺐّ ﻟَﻪُ، ﻭَﻣَﺤَﺒّﺔُ ﺍﻟﻨّﺒِﻲ ﺃَﺻْﻞٌ ﻣِﻦْ ﺃُﺻُﻮْﻝِ ﺍﻹِﻳْﻤَﺎﻥِ ” (ﺍﻟﺒﻴﺎﻥ ﻟﻤﺎ ﻳﺸﻐﻞ ﺍﻷﺫﻫﺎﻥ)
“Perayaan Maulid Nabi adalah amal yang paling utama dan ibadah yang agung. Sebab Maulid ibaratnya adalah rasa senang dan cinta pada Nabi. Sedangkan mencintai Nabi adalah dasar keimanan”.
Dr. Yusuf Qardhawi:
ﻳُﻮْﺳُﻒْ ﺍﻟْﻘَﺮْﺿَﺎﻭِﻱ ، ﺭَﺋِﻴْﺲُ ﺍْﻻِتِّحَاﺩِ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻲ ﻟِﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻗَﺎﻝَ ﻋَﻦْ ﺫِﻛْﺮَﻯ ﺍﻟْﻤَﻮْﻟِﺪِ : ” ﺇِﺫَﺍ ﺍﻧْﺘَﻬَﺰْﻧَﺎ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﻔُﺮْﺻَﺔَ ﻟِﻠﺘّﺬْﻛِﻴْﺮِ ﺑِﺴِﻴْﺮَﺓِ ﺭَﺳُﻮْﻝِ اللهِ، ﻭَﺑِﺸَﺨْﺼِﻴّﺔِ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟﻨّﺒِﻲّ ﺍﻟْﻌَﻈِﻴْﻢِ، ﻭَﺑِﺮِﺳَﺎﻟَﺘِﻪِ ﺍﻟْﻌَﺎﻣّﺔِ ﺍْﻟﺨَﺎﻟِﺪَﺓِ ﺍﻟّﺘِﻲ ﺟَﻌَﻠَﻬَﺎ ﺍﻟﻠﻪُ ﺭَﺣْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ، ﻓَﺄَﻱّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﻓِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﻭَﺃَﻳّﺔُ ﺿَﻼَﻟَﺔٍ؟ “)ﻣﻮﻗﻊ ﺍﻟﻘﺮﺿﺎﻭﻱ: ﺍﻻﺣﺘﻔﺎﻝ ﺑﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲﻭﺍﻟﻤﻨﺎﺳﺒﺎﺕ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ(
“Jika kita menjadikan kesempatan ini untuk mengingat sejarah Rasulullah, kepribadian Nabi yang agung dan ajaran kerasulannya yang abadi yang diutus untuk seluruh alam, maka apanya yang bid’ah dan apa sesatnya?"
ANTARA TEORI DAN PRAKTEK
Sekalipun para ulama telah memberikan pedoman dan panduan dalam melaksanakan kegiatan Maulid, namun fakta yang terjadi di masyarakat tidak selalu sama dengan apa yang telah disampaikan oleh para ulama tersebut. Adakalanya penyimpangan dan kemungkaran terjadi di sebagian kegiatan Maulid.
Oleh karena itu, yang patut menjadi perhatian adalah bukan sekedar istilah Maulid melainkan substansi kegiatan itu sendiri. Meskipun dinamakan Maulid tapi kalau isinya berupa kemungkaran dan kemaksiatan maka harus dihentikan. Sebaliknya, meskipun tidak dinamakan Maulid tapi kalau isinya adalah hal-hal mubah dan bermanfaat, maka diperbolehkan.
Salah satu contoh terbaik dari kegiatan Maulid adalah apa yang pernah diceritakan oleh salah seorang kawan saya di Damaskus. Berikut kutipannya:
Di saat orang memperdebatkan halal haram memperingati Maulid Nabawi tanggal 12 Rabiul Awal, kami memperingatinya di Jami Abu Nour dengan membaca “Syamail Rasulullah” yang dikumpulkan dari Sahih Muslim oleh ustazuna sheikh Bassam Hamzawy hafizahullah, dihadiri oleh “Atsar Rasulillah” yaitu berupa rambut beliau, dan puluhan Ulama-ulama besar negeri Syam, seperti sheikhna Prof. Nuruddin Itr, ustazuna Prof. Tawfik Ramdhan Al Buty, sheikhul qurra syam sheikh Syukry Luhafy, ustazuna Dr. Sharief Shawwaf, ustazuna mufti Damascus sheikh Adnan Afyouny, ustazuna alfaraidhy sheikh Bashir Mufassy, ustazuna Prof. Khaer Fatma, ustazuna Prof. Wahby Seleyman, ustazuna Dr. Abdussalam Rajeh dan lainnya hafizahumullah.
Seorang “muhsinin” membiayai percetakan kitab syamail tersebut untuk dibagikan kepada para hadirin, majlis tersebut “diserang” oleh ribuan pecinta Rasulullah seperti orang-orang kehausan melihat air dingin, semuanya berharap bisa menjadi kekasih Rasulullah, semuanya berharap doa dan harapan mereka bisa dikabulkan Allah pada majlis ini.
Kalau ada riwayat mengatakan “zikrus shalihin tunazzilur arahmah”, menyebut nama orang-orang shaleh akan menurunkan rahmat Allah, maka Nabi Muhammad adalah pemuka dan penghulu orang-orang shaleh, maka Insyallah sepanjang majlis itu kami menyebut ratusan kali nama Rasulullah diiringi shalawat dan ratusan kali nama Sahabat serta perawi hadis lainnya rahimahumullah, semoga itu menjadi “penjemput” berkah bagi negeri Syam yang sedang bersimbah darah.
Majlis pembacaan syamail muhammaddiyah dimulai selepas ashar dan berakhir sampai azan isya berkumandang, masjid yang sesak dipenuhi hamba-hamba Allah terasa begitu tenang, semua berharap setelah pembacaan itu berakhir bisa segera antri untuk mencium rambut Rasulullah.
Alhamdulillahillazi bini’matihi tatimmus shalihat…majlis diakhiri dengan “ijazah” hadis syamail muhammaddiyah oleh ustazuna Sheikh Bassam Hamzawy.
Kami memperingati Maulid Nabawy hanya untuk mengingat kembali bagaimana beliau hidup dan dengan itu kami berusaha memperbaharui cinta kami kepada beliau, yang sering kali ternodai oleh kemunafikan kehidupan dunia, bukankah beliau yang bilang bahwa cinta Rasul adalah jalan pintas menuju Surga…yang kami inginkan bukan sekedar Surga, tapi juga kenikmatan berjumpa dengannya kelak.
Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad wa ala alihi wa sahbihi wa sallim taslima…shalatan taftahu lana abwabar ridho wal taisir, wa tughliq biha abwabas syarri wat ta’sir…anta maulana fani’mal maula wa ni’man nashir…
Ditulis oleh Saifannur (Saief Alemdar) pada 6 Januari pukul 15:39 di halaman Facebooknya.
Demikian tulisan singkat tentang maulid. Semoga bermanfaat dan semoga Allah senantiasa menambah kita ilmu yang bermanfaat dan amal shalih yang memberi syafaat. Amiin.
0 Response to "Benarkah Maulid Diharamkan?"
Post a Comment